Oleh karena mampu menghidupkan sesuatu, maka menulis juga dapat dikatakan sebuah proses panjang dari pengasahan kecerdasan berpikir. Sama seperti pisau tumpul jika diasah akan semakin tajam. Menulis pun demikian, belum pernah terdengar ada pengakuan orang yang katanya ahli dalam menulis dan tak perlu lagi menulis. Sebab untuk memberi hidup dalam sebuah tulisan dibutuhkan proses belajar dan latihan seumur hidup. Proses tersebut tak luput dari apa yang saya sebut sebagai konsep menulis, antara lain adalah membaca, melihat, merasa, mendengar, dan memilah.
Itulah mengapa para penulis besar seperti Robert T. Kiyosaki, John C Maxwell, Rick Warren, CS Lewis (+) mampu menghasilkan karya-karya besar dan mengubah dunia melalui tulisannya. Mereka yang besar pun masih terus berdampak dan menyentuh orang lain melalui tulisan-tulisannya, terus belajar, berlatih, dan berkarya. Sehingga hasil karya mereka memancarkan kehidupan bagi orang-orang yang membutuhkan dan menikmatinya. Jelaslah bahwa menulis adalah pembelajaran untuk tetap menjaga pikiran tetap hidup dan berkarya.
Seperti sebuah siklus kehidupan, memberi dan menerima, demikian pula halnya menulis. Sebuah siklus akan saling melengkapi, jika tidak maka akan mengalami ketimpangan. Menulis pun jika tanpa salah satu dari konsep 5M tadi, seperti membaca, maka akan sulit menghasilkan karya yang hidup. Persis seperti sebuah aliran air di pegunungan yang terus mengalir namun tidak dialirkan pada sebuah pipa pancuran yang dinikmati oleh masyarakat, maka akan timbul sumbat, air tergenang bahkan bisa menghancurkan pipa pancuran tersebut.
Alasan klasik dalam penundaan tulisan adalah ketakutan. Takut jika salah tulis. Takut tulisan garing. Takut dibilang aneh sama orang lain. Takut tulisan tidak diterima orang lain. Semua ketakutan tersebut kurang beralasan, sebab ketakutan akhirnya akan melahirkan penundaan dan mengkerdilkan potensi diri.
Semua Orang Bisa Menulis
Setelah menonton film yang mengangkat kisah kehidupan yang diangkat menjadi tulisan seperti, "the freedom writer", "the help", "the ghost writer", dapat disimpulkan bahwa semua orang bisa menulis. Hanya saja karakter dan kualitas tulisannya berbeda sesuai pribadi masing-masing. Merek menyadari kekuatan sebuah tulisan akan kehidupannya mampu menginspirasi banyak orang. Sebut saja pelajar, pembantu rumah tangga, bahkan orang pemerintahan, menyadari kekuatan tersebut dan melakukannya.
Apakah kita terlambat menyadari kekuatan menulis tersebut? atau mungkin tidak mau tahu tentang kegiatan yang menurut banyak orang hanya menghabiskan waktu dan tidak jelas. Beberapa seperti yang telah disebutkan memiliki dorongan namun takut untuk memulai. Padahal sederhana sekali, ambil alat tulis atau laptop, memilih minat dan memulai menulis apa saja yang diketahui tentang hal itu.
Melatih setiap ada kemauan dan kesempatan, bergabung pada blog penulisan, mulai sharing berita dan pengetahuan kepada orang lain. Maka secara perlahan ada banyak hal yang terbentuk dalam kepribadian diri sendiri. Contohnya; berpikir kritis, disiplin, mulai berwawasan luas, sosialis, dan murah berbagi.
Namun sayang sekali masih sedikit yang sadar akan kekuatan menulis tersebut. Lihat saja mahasiswa masih tergolong sedikit yang minat dalam menulis, setidaknya merekam jejak keseharian mereka, atau pengetahuan mereka yang mungkin berguna untuk orang lain. Padahal mereka sudah dibekali latihan menulis melalui penugasan yang diberikan dosen berupa laporan dan karya ilmiah lainnya.
Pun demikian yang terjadi pada tenaga kerja pendidik (guru, dosen, dan sebagainya), masih belum concern dalam hal menulis, setidaknya mereka memiliki blog yang dapat dinikmati isinya oleh orang lain dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. Tidak heran banyak diantara mereka yang gamang jika diperhadapkan kepada sertifikasi yang memaksa mereka untuk mengerjakan berbagai karya ilmiah penunjang kompetensi. Masihkah kita belum sadar bahwa menulis mampu menghidupkan apapun yang menyentuhnya? (ans: Wothson G J Sinaga, S.Pd)
No comments:
Post a Comment